Rabu, 06 April 2016

Behaviorisme


Konsep Dasar Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara langsung, yang terjadi melalui hubungan stimulus-stimulus dan respon-respon menurut prinsip-prinsip mekanistik (Dahar, dalam Rusuli 2004).
Behavioris berkeyakinan bahwa setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan dan warisan yang bersifat abstrak lainnya (Syah,dalam Rusuli, 2004) dan menganggap manusia bersifat mekanistik, yaitu merespon terhadap lingkungan dengan kontrol yang terbatas dan mempunyai peran yang sedikit terhadap dirinya sendiri.
Dalam hal ini konsep behavioristik memandang bahwa perilaku individu merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar dan didukung dengan berbagai penguatan (reinforcement) untuk mempertahankan perilaku atau hasil belajar yang dikehendaki (Sanyata, dalam Rusuli, 2004). Semuanya itu timbul setelah manusia mengalami kontak dengan alam dan lingkungan sosial budayanya dalam proses pendidikan. Maka individu akan menjadi pintar, terampil, dan mempunyai sifat abstrak lainnya tergantung pada apakah dan bagaimana ia belajar dengan lingkungannya.
Dalam hal ini Sumadi Suryabrata (dalam Rusuli,2004)  memberikan ciri-ciri teori behavioristik sebagai berikut:
a.       Perkembangan tingkah laku seseorang itu tergantung pada belajar.
b.      Mementingkan bagian-bagian atau elemen-elemen, tidak keseluruhan.
c.       Mementingkan reaksi dan mekanisme “Bond”, refleks dan kebiasaan-kebiasaan
d.      Bertinjauan historis, artinya segala tingkah lakunya terbentuk karena pengalaman dan latihan

Model-Model Teori Belajar Behavioristik

1. Connectionisme atau Bond-Psychology (Trial and Error)
Teori ini dipelopori oleh Thorndike (1874-1949) dengan teorinya connectionisme yang disebut juga dengan trial and error. Dari eksperimen Thorndike ini, bisa diambil tiga hukum dalam belajar, yaitu:
1.      Law of readiness adalah hukum kesiapan
2.      Law of exercise adalah hukum latihan, merupakan generalisasi dari law of use dan law of disuse, yaitu jika perilaku itu sering dilatih atau digunakan, maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat (Law of use). Sebaliknya, jika perilaku tadi tidak dilatih, maka perilaku tersebut akan menjadi bertambah lemah atau tidak digunakan sama sekali (law of disuse). Dengan kata lain, belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan.
3.    Law of effect, yaitu jika respon menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya, jika respon menghasilkan efek yang tidak memuaskan, maka semakin lemah hubungan antara stimulus dan respon tersebut.

2. Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik)
       Di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) juga menghasilkan teori belaja Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik). Teori ini dihasilkan berdasarkan pada eksperimen terhadap anjing. Kesimpulan dari eksperimen Pavlov di atas adalah apabila stimulus yang diadakan (CS) itu selalu disertai dengan stimulus penguat (US), maka stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respon atau perubahan yang dikehendaki (CR). Adapun cara menghilangkan refleks-refleks bersyarat ini melalui proses pensyaratan kembali (Reconditioning, hereconditioning). Dalam hal ini, proses belajar berdasarkan eksperimen Pavlov tunduk pada dua hukum, yaitu:
1.      Law of Respondent Conditioning adalah hukum pembiasaan yang dituntut
2.      Law of Respondent Extinction adalah hukum pemusnahan yang dituntut


Daftar Pustaka

Rusuli, I. (2004). Refleksi teori belajar behavioristik dalam persepektif islam. Majelis Pendidikan Daerah Aceh. Jurnal Pencerahan, 8(1), 38-54.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mindtools

APLIKASI PSIKOLOGI KOGNITIF SAINS dalam TI  A.       Mindtools 1.          Definisi Mindtools Mindtools adalah alat bantu belajar ...