Kamis, 30 Juni 2016

Group Therapy


Terapi Kelompok 
    Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Terapi Kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien bersama-samadengan jalan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwayang terlatih. Sedangkat menurut Deborah Atai Otong terapi kelompok adalah perawatan modalitas untuk lebih dari satu orang yang menyediakan hasil yang terapeutik untuk individu.  Terapi kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau lebih dalam hal :
1.        Kesadaran dan pengertian diri sendiri.
2.        Memperbaiki hubungan interpersonal.
3.        Perubahan tingkah laku.
Judih Haber menyatakan bahwa terapi kelompok adalah proses keperawatan teurapeutik yang dilakukan dalam kelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa Terapi kelompok merupakan metoda pekerjaan sosial yangmenggunakan kelompok sebagai media proses pertolongan profesional. Maksudnya ialah individu-individu yang mengalami masalah sejenis disatukan dalam kelompok penyembuhan dankemudian dilakukan terapi dengan dibimbing atau didampingi oleh seorang atau satu tim petugas kesehatan.

Tujuan Terapi Kelompok
Tujuan Umum :
1.        Meningkatkan kemampuan uji realitas
2.        Membentuk sosialisasi
3.        Meningkatkan fungsi psikologis : meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksiemosional dengan perilaku defensive
4.        Membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif 
Tujuan Khusus :
1.        Meningkatkan identitas diri
2.        Menyalurkan emosi
3.        Keterampilan hubungan social
Tujuan Rehabilitatif :
1.        Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
2.        Soialisasi di tengah masyarakat
3.        Empati
4.        Meningkatkan pengetahuan problema hidup dan penyelesaian.

Idikasi dan Syarat Terapi Kelompok 
Indikasi :
1.      Klien Psikotik seperti kecemasan, panik, depresi ringan
2.      Klien yang mengalami stress dalam kehidupan penyakit / kematian.
3.        Klien dengan masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
4.        Klien dengan gangguan keluarga, ketergantungan, dan sejenisnya.



Dartar Pustaka
Pramudani. Terapi kelompok. https://www.scribd.com/doc/134480041/Terapi-kelompok. Diakses pada 29 Juni 2016.

Family Therapy

Family Therapy
Menurut Kartini Kartono dan Gulo dalam kamus psikologi, family therapy adalah suatu bentuk terapi kelompok dimana masalah pokoknya adalah hubungan antara pasien dengan anggota-anggota keluarganya. Oleh sebab itu seluruh anggota keluarga dilibatkan dalam usaha penyembuhan. Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga.
Tujuan terapi keluarga oleh para ahli dirumuskan secara berbeda. Bowen menegaskan bahwa tujuan terapi keluarga adalah membantu konseli untuk mencapai individualis, membuat dirinya menjadi hal yang berbeda dari system keluarga. Sedangkan Minuchun mengemukakan bahwa tujuan terapi keluarga adalah mengubah struktur dalam keluarga dengan cara menyusun kembali kesatuan dan menyembuhkan perpecahan yang terjadi dalam suatu keluarga.

Terapi keluarga didasarkan pada teori system terdiri dari tiga prinsip, yaitu:
1.        Kausalitas sirkular, artinya peristiwa beerhubungan dan saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah efek perhubungan.
2.   Ekologi, system hanyan dapat dimengerti sebagi pola interaksi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi yang lain
3.      Subjektivitas, artinya tidak ada pandanagn yang objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga mempunyai persepsi sendri dari masalah keluarga.

Berikut ini beberapa teknik yang dapat digunakan oleh terapis keluarga meliputi:
1.        Pemeragaan, memperagakan ketika maslah itu muncul.
2.        Homework, menumpulkan seluruh anggota keluarga agar saling berkomunikasi.
3.  Family Sculpting, cara untuk mendekatkan diri dengan anggota keluarga yang lain dengan cara nonverbal.

4.        Genograms, cara yang bermanfaat untuk mengumpulkan dan mengorganisasi informasi tentang keluarga genogram adalah sebuah diagram terstruktur dari system hubungan tga generasi keluarga. Diagram ini sebagai roadmap dari system hubungan keluarga. Hal ini berarti memahami masalah dalam bentu grafik.

Daftar Pustaka
Somaryati., Sri, A. (2013). Family therapy dalam menangani pola asuh orang tua yang salah pada anak slow learner.  Jurnal bimbingan dan konseling islam, 1(3), 17-35.

Rabu, 06 April 2016

Behaviorisme


Konsep Dasar Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara langsung, yang terjadi melalui hubungan stimulus-stimulus dan respon-respon menurut prinsip-prinsip mekanistik (Dahar, dalam Rusuli 2004).
Behavioris berkeyakinan bahwa setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan dan warisan yang bersifat abstrak lainnya (Syah,dalam Rusuli, 2004) dan menganggap manusia bersifat mekanistik, yaitu merespon terhadap lingkungan dengan kontrol yang terbatas dan mempunyai peran yang sedikit terhadap dirinya sendiri.
Dalam hal ini konsep behavioristik memandang bahwa perilaku individu merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar dan didukung dengan berbagai penguatan (reinforcement) untuk mempertahankan perilaku atau hasil belajar yang dikehendaki (Sanyata, dalam Rusuli, 2004). Semuanya itu timbul setelah manusia mengalami kontak dengan alam dan lingkungan sosial budayanya dalam proses pendidikan. Maka individu akan menjadi pintar, terampil, dan mempunyai sifat abstrak lainnya tergantung pada apakah dan bagaimana ia belajar dengan lingkungannya.
Dalam hal ini Sumadi Suryabrata (dalam Rusuli,2004)  memberikan ciri-ciri teori behavioristik sebagai berikut:
a.       Perkembangan tingkah laku seseorang itu tergantung pada belajar.
b.      Mementingkan bagian-bagian atau elemen-elemen, tidak keseluruhan.
c.       Mementingkan reaksi dan mekanisme “Bond”, refleks dan kebiasaan-kebiasaan
d.      Bertinjauan historis, artinya segala tingkah lakunya terbentuk karena pengalaman dan latihan

Model-Model Teori Belajar Behavioristik

1. Connectionisme atau Bond-Psychology (Trial and Error)
Teori ini dipelopori oleh Thorndike (1874-1949) dengan teorinya connectionisme yang disebut juga dengan trial and error. Dari eksperimen Thorndike ini, bisa diambil tiga hukum dalam belajar, yaitu:
1.      Law of readiness adalah hukum kesiapan
2.      Law of exercise adalah hukum latihan, merupakan generalisasi dari law of use dan law of disuse, yaitu jika perilaku itu sering dilatih atau digunakan, maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat (Law of use). Sebaliknya, jika perilaku tadi tidak dilatih, maka perilaku tersebut akan menjadi bertambah lemah atau tidak digunakan sama sekali (law of disuse). Dengan kata lain, belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan.
3.    Law of effect, yaitu jika respon menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya, jika respon menghasilkan efek yang tidak memuaskan, maka semakin lemah hubungan antara stimulus dan respon tersebut.

2. Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik)
       Di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) juga menghasilkan teori belaja Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik). Teori ini dihasilkan berdasarkan pada eksperimen terhadap anjing. Kesimpulan dari eksperimen Pavlov di atas adalah apabila stimulus yang diadakan (CS) itu selalu disertai dengan stimulus penguat (US), maka stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respon atau perubahan yang dikehendaki (CR). Adapun cara menghilangkan refleks-refleks bersyarat ini melalui proses pensyaratan kembali (Reconditioning, hereconditioning). Dalam hal ini, proses belajar berdasarkan eksperimen Pavlov tunduk pada dua hukum, yaitu:
1.      Law of Respondent Conditioning adalah hukum pembiasaan yang dituntut
2.      Law of Respondent Extinction adalah hukum pemusnahan yang dituntut


Daftar Pustaka

Rusuli, I. (2004). Refleksi teori belajar behavioristik dalam persepektif islam. Majelis Pendidikan Daerah Aceh. Jurnal Pencerahan, 8(1), 38-54.


Kamis, 24 Maret 2016

Clien Center Therapy


Pendekatan Clien Center Therapy
Pendekatan konseling Client Centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya sendiri.
Karena seperti yang telah diketahui bahwa konseling Clien-Centered atau Client Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception), (Corey (dalam terjemahan E. Koswara, 1988: 198).
Client centered menurut Pieter & Lubis (2010:279) adalah pendekatan konseling yang menekankan fungsi dan peran klien dalam menjelaskan masalah, merefleksi diri, atau perasaan. Terapis mendengarkan secara aktif dari apa yang disampaikan klien. Penerapan konseling ini ditunjukkan pada klient agar mengambil sikap aktif dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah.
Jadi konseling Client Centered merupakan suatu pemberian bantuan kepada konseli untuk memahami diri dan mengambil keputusan sendiri. Dalam konseling client centered ini, klient diharapkan lebih mampu untuk aktif dalam mencari solusi untuk pemecahan masalahnya. Dan klien diberikan kesempatan untuk penyelesaian permasalahannya sendiri, secara mandiri tanpa harus tergantung dengan orang lain, karena dalam proses konseling Client Centered klien yang paling mengetahui dirinya sendiri, jadi klien yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya. Namun dalam konseling ini kenselor hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan klient agar klien bisa mengambil keputusannya sendiri.

Kelebihan dan kelemahan
Teori Konseling Client-Centered memiliki kelebihan dan juga kekurangan.

Kelebihan Clien Center Therapy
Pemusatan pada klien dan bukan pada therapist, identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian,lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik, memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif,Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi,menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis,klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya, klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi.

Kekurangan Client Center Therapy
Kekurangan dari teori konseling client-centered ini yaitu terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana, terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan, tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu, tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya, sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal,terapi menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup, tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah, minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya.

Teknik-teknik dalam Clien Center Therapy
Konseling client-centered memiliki berbagai teknik diantaranya:
  • Menerima
  • Keselarasan (congruence)
  • Pemahaman
  • Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini
  • Hubungan yang membawa akibat
  • Teknik permisif.


Daftar Pustaka

Damayanthi, N. P. W., Sedanayasa, G., Antari, N. N. M. (2014). Penerapan konseling client centered dengan teknik self understeanding untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas VIII B2 SMP Negeri 2 Sawan tahun ajaran 2013/2014. Universitas Pendidikan Ganesha. E-jurnal pendidikan Universitas Ganesha. 2(1).
Windayani, K. V., Dharsana., Suranata. (2014). Penerapan konseling clien-centered dengan teknik permisif untuk meningkatkan harga diri siswa kelas IIS2 SMA Negeri 2 Singaraja. Universitas Pendidikan Ganesha. E-journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling. 2(1)

Rabu, 23 Maret 2016

Holistik



Pengertian Holistik

Menurut KBBI holistic atau holisme adalah cara pendekatan terhadap suatu masalah atau gejala itu sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Holistik adalah saduran kata dari bahsa inggris yaitu “holistic” yang menekankan pentingnya keseluruhn dan saling keterkaitan dari bagian-bagian. Jika kata hostik ini di pakai dalam rangka pelayanan kepada orang lain yang membutuhkan maka mempunyai arti layanan yang diberikan kepada sesama atau manusia secra utuh, baik secara fisik, mental, social dan spiritual mendapat perhatian yang seimbang. Kembali pada hakekat pencipta, tuhan menciptakan manusia itu tidak hanya memperhatikan fisik saja atai mental saja atau sosialnya saja atau bahkan hanya spiritualnya saja. Tetapi utuh. Keutuhan ciptaan Allah kepada manusia ini yang kemudian menjadi background dikembangkanya pelayanan pastoral kepada manusia.

Psikologi Holistik

Keseluruhan selalu lebih besar dari pada jumlah bagian-bagiannya. Hal ini berlaku ketika berhadapan dengan organisme hidup.  Banyak ilmu saat ini berusaha untuk memecah fenomena yang kompleks menjadi penjelasan sederhana. Psikologi, satu cabang ilmu, menghadapi dilema yang sama. Psikologi terbatas untuk mempelajari pikiran dan perilaku yang diamati, terukur dan obyektif. Faktanya bahwa objek studi ilmiah selalu lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya sering diabaikan.

Hal ini sulit untuk menghitung semua faktor yang mempengaruhi perilaku manusia. Psikolgi Holistik mencoba untuk mempertimbangkan perilaku manusia dalam hubungan dengan organisme secara keseluruhan. Dalam usaha ini, mencakup disiplin ilmu lain (misalnya, nutrisi, obat, neuro-biologi, neuro-kimia). Ia bahkan menganggap penyelidikan ilmiah dianggap di luar bidang ilmu pengetahuan tradisional. Spiritualitas, intuisi, kesehatan, dan ekonomis pengaruh sosial, dan bahkan urutan kelahiran mungkin menjadi pertimbangan penting ketika mengamati perilaku manusia.

Psikologi Holistik Terapan mencoba untuk menerapkan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu untuk mencapai pengiriman pelit dari pelayanan yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan klien. Walaupun mungkin tidak akan pernah mencapai tujuan mempertimbangkan individu secara keseluruhan, Psikologi Holistik mencakup berbagai teknik dan prosedur yang mendekati kondisi. Hal ini diyakini bahwa penerapan perspektif holistik akan lebih efisien dan menyebabkan bentuk pengobatan yang lebih baik dari pada cara Psikologi yang dipraktekkan saat ini.


Daftar Pustaka


Rabu, 16 Maret 2016

Transpersonal


PSIKOLOGI TRANSPERSONAL


Pengertian Psikologi Transpersonal

Menurut Fachri (2010) secara harfiah, kata transpersonal berasal dari kata “trans”= melewati dan “personal”= pribadi. Transpersonal dalam banyak literature artinya melewati atau melalui “topeng” dengan kata lain melewati tingkat personal atau kesadaran di luar kesadaran.

Dalam bukunya yang berjudul Introduction to Transpersonal Psychology, 1979, Jhon Peter Sarchio (dalam Fachri, 2010) berependapat bahwa psikologi transpersonal adalah cabang psikologi yang member perhatian pada studi terhadap keadaan dan proses pengalaman manusia yang lebh dalam dan luas atau suatu sensai yang lebih besar dari keneksitas terhadap orang lain dan alam semesta, atau merupakan dimensi spiritual.

Stich (dalam Supratiknya, 1993) mengungkapkan bahwa psikologi transpersonal adalah nama yang di berikan untuk suatu mazhab yang tengah bangkit dalam bidang psikologi oleh suatu kelompok yang tertarik pada kapasitas-kapasitas dan potensi-potesi dasar pada manusia yang tidak mendapat tempat sistematik dalam teori behavioristik, teori psikoanalitik klasik atau psikologi humanistik.

Pandangan Psikologi Transpersonal tentang Manusia

Mujidin (2005) menyatakan bahwa obyek psikologi pada garis besarnya hanya seputar psikofisik manusia, psikokognitif dan psikohumanistik manusia. Kecenderungan penggalian terhadap dimensi transpersonal dari pribadi yang “terdalam” dalam diri manusia kurang atau bahkan tidak mendapat porsi dalam kajian psikologi pada umumnya. Maka psikologi transpersonal sebenarnya ingin melihat potensi manusia secara utuh, menyeluruh dan menggali potensi manusia yang terdalam, salah satunya adalah Spiritual Question (SQ).

Menurut Supratiknya (1993) salah satu hal yang oleh sejumlah orang dilihat sebagai kekurangan dari psikologi-psikologi barat di banding psikologi-psikologi timur adalah bahwa mereka kurang menyinggung tentang aspirasi-aspirasi rohani atau kehidupan religious pada manusia. Charles Tart mengamati bahwa psikologi-psikologi timur tidak memakai asumsi-asumsi yang di gunakan oleh teori-teori barat.

Kenyataan sekarang yang merupakan pengaruh baik langsung maupun tak langsung terhadap kehadiran psikologi transpersonal pada umumnya maupun pandangan McWares pada khususnya adalah semakin banyaknya tema-tema yang dikaji dalam psikologi yang khas manusiawi dan spiritualis sifatnya adalah cinta, religiusitas, nilai yang lebih tinggi yang membimbing manusia menjalani hidup, hati nurani, makna hidup,pengalaman transenden, dan kesehatan psikologis yang berdasarkan pada nilai-nilai spiritual (Mujidin, 2005).

Obyek Kajian Psikologi Transpersonal

Noesjirwan (dalam Mujidin, 2005)  menyebutkan obyek psikologi transpersonal sedikitnya memuat antara lain sebagai berikut :

1. Keadaan –keadaan kesadaran
2. Potensi-potensi tertinggi atau terakhir
3. Melewati ego atau pribadi ( trans-ego)
4. Transendensi dan
5. Spiritual

Psikoterapi Transpersonal

Menurut Davis, 2005 (dalam Prabowo, 2007) psikoterapi transpersonal adalah betul-betul eklektik, penggambaran dari teknik-teknik dan pemahaman dari variasi psikologi yang luas dan sumber-sumber spiritual. Psikoterapi transpersonal berhadapan dengan permasalahan psikologis cakupan yang luas dan penggunaan teknik-teknik yang luas pula diantaranya adalah modivikasi perilaku, restrukturasi kognitif, praktek Gesltalt, psikodinamika, dream-work, terapi music dan seni, serta meditasi.

Prabowo&Feri (2009) menyatakan bahwa psikoterapi transpersonal adalah metode spiritualisme timur (di dalamnya terdapat meditasi) bagi klien yang ingin membuka sesuatu dalam dirinya. Di dalam meditasi, klien melatih untuk dapat mengamati isi mentalnya.   
  


Daftar Pustaka

Supratiknya, A. (1993). Teori-teori holistik (organismik-fenomenologis). Yogyakarta: Kanisius
Fachri, H. A. (2010). Tarot psikologi. Jakarta: Gagas Media
Mujidin. (2005). Garis besar psikologi transpersonal: pandangan tentang manusia dan metode penggalian transpersonal serta aplikasinya dalam dunia pendidikan. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Humanitas: Indonesian Psychological. 2(1) 54-64
Prabowo, H. (2007). Mengembangkan model psikoterapi transpersonal. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Proceeding PESAT. 2 (0)
Prabowo, H., Feri, N. (2009). Simbol dalam psikoterapi transpersonal. Universitas Gunadarma. Proceeding PESAT. 3(0)

Selasa, 12 Januari 2016

REVIEW JURNAL KEPUASAN KERJA



PSIKOLOGI MANAJEMEN
REVIEW JURNAL KEPUASAN KERJA 
                  
                             
DISUSUN OLEH
KELOMPOK KENANGA
KELAS : 3PA02

Mita Sahara                                 (15513516)
Prita Saraswati                           (16513935)
Rani Septiyan Utami                  (17513288)
Ria Indah Ristianti                      (17513549)
Tia Oktaviani                               (18513881)




DEPOK
2015


Judul                            : Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Individual dengan Self Esteem dan Self Efficacy Sebagai Variabel Intervening
Jurnal                           : Jurnal Bisnis dan Akuntansi
Volume & Halaman    : Vol. 10, No. 1 & 1-12
Tahun                          : 2008
Penulis                          : Cecilia Engko

A.  Latar Belakang
Banyak penelitian-penelitian akuntasi yang mencoba mencari pemahaman hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja individual. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kepuasan kerja dan kinerja individual. Penelitian yang menguji hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja individual masih tidak jelas, Meta analisis yang dilakukan oleh Iffaldano dan Muchinsky (1986) menemukan korelasi yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Ostroff (1992) memberikan bukti empiris bahwa kepuasan kerja tidak mempunyai hubungan yang singnifikan dengan peningkatan kinerja individual. Ketidak jelasan hubungan antara kepuasan kenerja dengan individu mendorong peneliti untuk melakukan pengujian kembali hubungan antara kepuasan kerja dengan inerja individual dengan menggunakan self esteem dan self efficacy sebagai variabel pemediasi.

B.  Tujuan
Untuk melihat apakah self esteem dan self efficacy dapat memediasi hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja undividual.

C.  Metode
Data penelitian dikumpulkan menggunakan kuisioner yang disebarkan kepada sampel mahasiswa Magister Sains Universitas Gadjah Mada yang berprofesi sebagai dosen. Sampel ini dipilih karena peneliti ingin melihat bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja yang dirasakan seorang dosen dengan dimediasi oleh variabel self esteem dan self efficacy terhadap kinerjanya.
Pengukuran variable
-       Variabel kepuasan kerja diukur dengan menggunakan instrument yang
dikembangkan oleh Weiss et al. (1967) dengan minnesota satisfication questionare (MSQ).
-       Variabel kinerja individual diukur dengan menggunakan instrument yang dikembangkan oleh Filippo (1984) dengan 10 pertanyaan yang memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang telah teruji.
-       Variabel self efficacy diukur dengan menggunakan instrument yang dikembangkan oleh Bandura (1977) dan digunakan oleh Jones (1986).

D.  Hasil
Penelitian ini mempunyai 6 hipotesis yag diuji menggunakan teknik path analysis (analisis jalur).
Hasil hipoteis yang pertama menunjukan bahwa kepuasann kerja memiliki hubungan positif terhadap self esteem dengan nilai koefisien jalur = 0,089 da tidak signifikan pada p-value 0,569.
Hasil hpotesis ke dua menujukan hubungan positif antara kepusan kerja dan self esteem dengan nilai koefisien jalur = 0,259 dan signifikan dengan p-value 0,060.
Hasil hipotesis ke tiga menujukan kepuasan kerja memiliki hubungan positif degan kinerja individual dengan koefisien jalur = 0,252 dan signfikan pada p-value 0,026 Hasil hipotesi epat menujukan ada hubungan positif antara self esteem dan self efficacy dengan nilai koefisien jalur = 0,447 dan sigifikan pada p-value 0,002.
Hasil hipotesis ke lima menujukan bahwa ternyata self esteem memiliki hubunga negatif dengan kinerja individual, dengan nilai koefisien jalur = -0,235 wlaupun signifikan pada p-value 0,053.
Hasil hipotesis enam menunjukan adanya hubungan positif antara self esteem dengan kinerja individual, dengan nilai koefisien jalur = 0,722 dan signifikan pada p-value 0,000.

E.  Kesimpulan
a.       Hasil pengujian hipotesis 1 tidak terdukung
b.      Hasil pengujian hipotesis 2 terdukung
c.       Hasil pengujian hipotesis 3 terdukung
d.      Hasil pengujian hipotesis 4 terdukung
e.       Hasil pengujian hipotesis 5 tidak terdukung
f.       Hasil pengujian hipotesis 6 terdukung


DAFTAR PUSTAKA
Engko, C. (2008). Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja individual dengan self esteem dan self efficacy sebagai variabel intervening. Jurnal bisnis dan akuntansi, 10(1), 1-12.



Mindtools

APLIKASI PSIKOLOGI KOGNITIF SAINS dalam TI  A.       Mindtools 1.          Definisi Mindtools Mindtools adalah alat bantu belajar ...